JAKARTA-Sultrainfo.id.
Wacana pemekaran Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas menjadi provinsi tengah bergulir. Gagasan ini diklaim telah muncul sejak lama dan kini telah menjadi mimpi kolektif masyarakat.
Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan Undang-undang No 53 Tahun 1999. Kabupaten dengan wilayah mayoritas laut ini dibentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau.
Saat dibentuk, Natuna terdiri atas enam kecamatan, yaitu kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Jemaja, Siantan, Midai dan Serasan, serta satu Kecamatan Pembantu Tebang Ladan.
Seiring adanya kewenangan otonomi daerah Kabupaten Natuna, wilayah kecamatan kemudian dimekarkan. Pada 2004 jumlah kecamatan bertambah menjadi 10 kecamatan dengan terbentuknya Kecamatan Palmatak, Subi, Bunguran Utara, dan Pulau Laut.
Pada 2007, wilayah Natuna dimekarkan lagi menjadi 16 kecamatan. Kemudian berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2008, dibentuk kabupaten baru hasil pemekaran Kabupaten Natuna yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas, dengan 7 Kecamatan di gugusan Pulau Anambas.
Jumlah kecamatan Natuna kemudian menjadi 12 wilayah, dengan tambahan Kecamatan Bunguran Selatan, Bunguran Timur Laut, dan Serasan Timur. Wilayah Kabupaten Natuna kini terdiri atas 15 kecamatan.
Pembentukan Kabupaten Anambas berkelindan dengan Natuna. Namun jika menilik sejarah lebih jauh, gugusan Kabupaten Kepulauan Anambas pernah menjadi pusat kewedanaan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, berpusat di Tarempa.
Ketika itu, Tarempa menjadi pusat pemerintahan di Pulau Tujuh termasuk wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang disebut District dan Jemaja disebut Onderdistrict dengan ibukota Letung.
Lalu berdasarkan Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia tanggal 18 Mei 1956, Provinsi Sumatera Tengah menggabungkan diri ke dalam Wilayah Republik Indonesia.
Kepulauan Riau pun diberi status Daerah Otonomi Tingkat II yang dikepalai Bupati sebagai kepala daerah yang membawahi 4 kewedanaan yaitu Kewedanaan Tanjungpinang, Kewedanaan Karimun, Kewedanaan Lingga dan Kewedanaan Pulau Tujuh.
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. UP/247/5/1965, terhitung 1 Januari 1966 semua daerah administratif kewedanaan dalam Kabupaten Kepulauan Riau dihapus.
Alasan Pemekaran
Ketua Panitia Musyawarah Besar Masyarakat Natuna Anambas Menuju Pembentukan Provinsi, Umar mengatakan rencana pemekaran itu telah lama muncul. Bahkan, kata Umar, semenjak Natuna menjadi kabupaten pada 1999 lalu. Ketika itu gagasan pemekaran muncul dari invididu maupun tokoh-tokoh.
“Namun sekarang gagasan itu sudah dalam bentuk kolektif, semangat bersama, sehingga muncul lah di Natuna itu namanya tim 9, di Anambas itu ada Panja pemekaran Natuna dan Anambas. Ini artinya gagasan itu bukan milik individu lagi, tapi sudah mengkristal menjadi gagasan kolektif bersama,” kata Umar kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Tim 9 yang dibentuk itu terdiri dari Ketua Lembaga Adat Melayu Natuna; Ketua Majelis Ulama Indonesia Natuna; perwakilan perempuan oleh Ketua GOW (Gabungan Orgnasisasi Wanita) Natuna; perwakilan ormas dan OKP oleh Ketua DPD KNPI Natuna; praktisi hukum; akademisi; perwakilan panitia pemekaran Natuna Barat; hingga perwakilan pemekaran Natuna Selatan.
Umar menjelaskan sejumlah pertimbangan pihaknya mendorong pemekaran Natuna dan Anambas. Ia mengatakan Natuna memiliki sejarah yang panjang sejak berabad-abad lalu. Pada abad 11, Natuna telah menjadi pusat persinggahan kapal-kapal Sriwijaya, China, hingga Persia.
Sejarah itu, kata Umar, kini tengah diotak-atik oleh negara lain seperti China dengan klaim nine dash line-nya. Dengan nantinya menjadi provinsi, ia menyebut kedudukan Natuna bisa semakin kuat.
“Kalau ini dibiarkan terus tidak diperkuat posisi ini, saya kira turut memberi andil kelemahan untuk NKRI di perbatasan. Itu satu yang menjadi pertimbangan kita kenapa Natuna dan Anambas perlu dimekarkan,” katanya.
Alasan lainnya, Natuna, terutama bagian perairan sangat kaya sumber daya mulai dari perikanan hingga migas. Namun ia mengatakan, selama ini kekayaan alam itu tidak diiringi dengan produksi yang besar. Umar mengatakan hal itu dikarenakan kewenangan kabupaten yang amat kecil.
“Kita kaya perikanan dan migas, tapi ada di laut semua. Sementara otoritas kabupaten itu hanya di pantai menurut UU Otonomi Daerah. Potensi kita kaya itu, sementara kita tidak punya kewenangan untuk itu,” katanya.
Di sisi lain, kata Umar, rencana pemekaran itu didorong agar ada keseimbangan antara kepemimpinan sipil dan kepemimpinan militer. Menurutnya, saat ini Natuna telah menjadi daerah strategis nasional, yang tampak lebih dominan kekuatan militernya.
“Sekarang ini, para pemimpin militer itu udah tinggi, udah kolonel. Bentar lagi ada bintang satu. Sementara kepemimpinan sipil hanya bupati, enggak imbang. Kalau kita sepakat negara kita demokratis ya tentu harus ada keseimbangan,” ujarnya.
Umar mengatakan pihaknya akan menggelar Musyawarah Besar (mubes) yang akan merumuskan nama Provinsi Natuna-Anambas, nama tim perjuangan, dan penentuan Ibu Kota provinsi.
“Tantangan (pemekaran) luar biasa. Moratorium belum dibuka, kemudian lain-lain teknis masih banyak yang perlu kita siapkan,” katanya.
Lebih lanjut, Umar mengatakan gagasan pemekaran ini telah didukung oleh pemerintah maupun DPRD provinsi. Menurutnya, Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad juga memberi ruang yang luas untuk merumuskan gagasan pemekaran Natuna dan Anambas.
“Beliau menyadari Kepri itu luas, kalau hanya satu mesin penggerak, lama berkembangnya. Tapi kalau jadi provinsi, mesin penggerak di sini jadi dua. Jadi percepatan lebih cepat nanti. Itu rasionalitas pemikiran beliau kepada kita,” ujarnya.
Sekretaris Panitia Mubes Masyarakat Natuna-Anambas Menuju Pembentukan Provinsi, Indra Syahputra mengatakan setidaknya ada tiga alasan pihaknya hendak mengusulkan pemekaran ini. Indra sendiri merupakan perwakilan masyarakat Anambas.
Pertama jarak pusat Pemprov Kepulauan Riau, di Tanjung Pinang dengan Kepulauan Anambas dan Natuna yang sangat jauh. Kedua masalah perbatasan Laut Natuna Utara yang rawan konflik dengan negara luar, seperti dengan Vietnam dan China.
Kemudian ketiga terkait kesejahteraan. Menurut Indra, jika Natuna dan Anambas masih bergabung dengan Kepri, peningkatan kesejahteraan akan sangat lambat. Indra menyebut saat ini pembangunan hanya fokus di Tanjung Pinang, Batam, atau Bintan.
“Jadi kita tidak tersentuh. Yang paling utama menjaga NKRI dari rongrongan negara luar,” ujarnya.
Indra mengatakan juga sudah bertemu dengan Bupati Anambas Abdul Haris dan Ketua DPRD Anambas Hasnidar untuk menyampaikan rencana pemekaran Natuna-Anambas menjadi provinsi. Ia mengklaim dua pimpinan itu mendukung rencana tersebut selagi berasal dari aspirasi masyarakat.
Menurutnya, masyarakat Anambas juga mendukung langkah untuk menjadi provinsi bersama Natuna. Ia memastikan bakal membawa aspirasi ini ke Jakarta. Moratorium pemekaran, kata Indra, bukan menjadi hambatan pihaknya mewujudkan provinsi Natuna-Anambas.
“Ketika moratorium dibuka kita masuk. yang penting kita ditingkat provinsi maupun kabupaten sudah selesai, baik rekomendasi bupati, DPRD, gubernur maupun dari DPRD provinsi,” ujarnya.
Indra menyebut Mubes bersama perwakilan masyarakat Natuna dan Anambas bakal digelar pada pekan kedua Desember 2021. Acara digelar secara tatap muka maupun secara daring.
Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda mengatakan pembangunan memang harus dilakukan pemerintah pusat di wilayahnya. Menurutnya, jika tidak ada pembangunan berarti pemerintah hendak melepas Natuna.
Ia pun mendukung rencana pemekaran Natuna-Anambas menjadi sebuah provinsi baru.
“Saya cuma bilang, Indonesia akan mendapat kerugian kalau Natuna tidak jadi provinsi atau daerah khusus. Ujung-ujungnya (seperti) Sipadan Ligitan,” kata Huda kepada CNNIndonesia.com.
Tak Hanya Anggaran Keamanan
Sementara itu, Ketua DPD KNPI Natuna Haryadi mengatakan seharusnya pemerintah pusat tak hanya fokus soal isu keamanan di Natuna. Diketahui Presiden Joko Widodo menyiapkan anggaran mencapai Rp12,2 triliun untuk keamanan Laut Natuna Utara selama lima tahun ke depan.
Ia berpendapat kebijakan pusat yang mengucurkan anggaran besar untuk penguatan pengamanan di Natuna harus diiringi dengan peningkatan kehidupan sosial, ekonomi masyarakat.
“Kami minta pemerintah pusat itu pertahanan keamanan lanjutkan, karena memang natuna harus dijaga, ini NKRI. Tapi di sisi lain perhatikan kami di bidang sosial ekonominya,” kata Haryadi.
Haryadi mengatakan banyak pemuda Natuna yang saat ini menganggur karena tidak adanya lapangan pekerjaan di Natuna. Pemerintah kabupaten, kata dia tidak bisa berbuat banyak lantaran kewenangan yang terbatas.
Dengan nantinya menjadi provinsi, menurutnya akan berpengaruh terhadap adanya lapangan pekerjaan, sehingga, kesejahteraan masyarakat pun meningkat.
“Apabila Natuna jadi sebuah provinsi, kewenangan laut ada di Natuna sendiri, jadi apabila kewenangan sudah di Natuna sendiri maka akan menjadi salah satu penunjang juga untuk masyarakat natuna itu memiliki lapangan pekerjaan baru,” katanya.
“Hari ini kan keterbatasan itu tadi mengelola laut enggak berani karena ada aturan yang membatasi maka kalau boleh minta, jadikan kami provinsi,” ucapnya menambahkan.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan mengatakan saat ini masih diberlakukan moratorium pemekaran daerah. Benni belum bisa bicara lebih jauh terkait rencana masyarakat Kabupaten Natuna dan Anambas mengajukan pemekaran menjadi provinsi.
“Untuk kebijakan pemekaran daerah dikeluarkan oleh tim yang dipimpin oleh Wapres,” kata Benni kepada CNNIndonesia.com. (dilansir dari CNNIndonesia, 19/11/2021) (Si2)