Kendari-Sultrainfo.id

Dunia pendidikan kembali tercoreng. Seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Kendari berinisial MS (14) menjadi korban pengeroyokan brutal yang diduga dilakukan oleh 5-6 orang teman sebayanya. Insiden memilukan ini terjadi pada Senin, 15 September 2025, sekitar pukul 12.00 WITA, di lingkungan sekolah saat jam istirahat.
Akibat pengeroyokan tersebut, korban mengalami sakit kepala hebat dan mual, hingga harus dilarikan ke Puskesmas Puuwatu dan kemudian dirujuk ke RSUD Kota Kendari. Pihak keluarga bahkan berencana membawa MS ke Rumah Sakit Bahteramas untuk penanganan lebih lanjut.
Ibu korban, KK (52), mengaku kaget dan tak habis pikir saat pertama kali mendapat kabar bahwa anaknya menjadi korban perundungan. Ia mengetahui kejadian ini dari kakak korban, R, yang mendapat informasi dari guru Bimbingan Konseling (BK) sekolah.
“Awalnya saya dapat informasi dari guru BK SMPN 3 Kendari, katanya anak saya dikeroyok sama teman sekolahnya. Anak saya diduduki di dada lalu ditendang kepalanya pakai kaki,” ungkap KK.
Ia menyayangkan perlakuan yang diterima anaknya, yang selama ini hanya ia lihat di media sosial. “Biasanya saya hanya nonton di medsos anak-anak korban bullying teman-teman sekolahnya, tetapi malah anakku jadi korban bully dan dikeroyok teman sekolahnya sekitar 5–6 orang pada jam istirahat di lingkungan sekolah,” ujarnya dengan nada miris.
Lebih lanjut, KK menduga anaknya sudah lama menjadi target perundungan. Sifat MS yang pendiam dan tak berani melapor membuat pelaku kian leluasa melancarkan aksinya. “Setelah saya cek serta telusuri, anak saya mereka bully sejak masuk kelas 1 di SMP itu. Karena sabar, pendiam, dan tidak pernah lapor ke guru ataupun saya sebagai orang tuanya, akhirnya mereka jadikan kebiasaan. Dari hanya mem-bully dengan kata-kata meningkat sampai ke pemukulan dan pengeroyokan,” jelasnya.
Peristiwa pengeroyokan ini telah dilaporkan oleh pihak keluarga korban ke Polresta Kendari sebagai bentuk pengaduan. Namun, hal yang paling disayangkan adalah minimnya empati dari pihak sekolah.Zulfiana Azis dari Jaringan Pendampingan Korban Perundungan (JPKP) Kota Kendari, yang turut mendampingi korban, menyayangkan sikap dari Kepala Sekolah SMPN 3 Kendari.
Hingga kini, kepala sekolah disebut belum menjenguk atau memberikan pendampingan kepada korban yang tengah terbaring di rumah sakit.
“Padahal anak korban bully di sekolah seharusnya butuh penguatan dan perhatian, agar seyogyanya didampingi, khususnya dari pihak sekolahnya dalam hal ini kepala sekolah, agar anak ini bisa lekas pulih jiwa atau psikis dari trauma yang dialami,” imbuh Zulfiana.
Sikap abai dari pihak sekolah ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengingat insiden ini terjadi di lingkungan sekolah, seharusnya pihak sekolah memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan para siswanya. Perhatian dan pendampingan yang minim justru dikhawatirkan akan memperparah trauma psikis yang dialami korban.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak, terutama institusi pendidikan, untuk lebih serius dalam menangani kasus perundungan. Tidak hanya sebatas penindakan, tetapi juga pendampingan psikologis yang komprehensif agar korban dapat pulih sepenuhnya dan kembali bersemangat dalam menempuh pendidikan.